Rabu, 27 Januari 2010

taksi 01

Profesi ku menuntut aku untuk bertemu dengan banyak orang. Kadang tidak sekedar bertemu tetapi juga berinteraksi. Aku dituntut untuk ramah dalam menjalankan tugas ku, apapun yang sedang kualami, diharapkan tidak mengganggu tugas utamaku, yaitu mengantar orang ke tempat tujuan. Singkatnya aku adalah seorang supir taksi.

Bila hidup itu memang pilihan, lain halnya dengan aku dan profesi ini. Sepertinya aku tidak memiliki pilihan lain dalam menentukan pekerjaanku. Dulu, pernah aku bekerja di sebuah perusahaan industri, tetapi tahun 1998 perusahaan itu bangkrut. Akupun duberhentikan dari pekerjaan itu. Setelah itu aku bekerja sebagai supir taksi, beberapa tahun kemudian reputasi perusahaan taksi itu mulai menurun. Merasa tidak sehat lagi perusahaan itu, aku putuskan untuk mengganti pekerjaan. Sekian banyak pekerjaan yang aku lamar hanya satu yang menerimaku. Ternyata, lagi – lagi supir taksi.

Setelah beberapa kali aku berganti profesi dan akhirnya aku sadari kalau profesiku ini tidak sembarangan. Setiap aku berhenti untuk mengangkut penumpang selalu saja ada yang berbeda dengan penumpangku, pada dasarnya manusia memang tidak dilahirkan sama, sekalipun mereka kembar, pasti ada bedanya. Dari penumpang – penumpang ini sering aku dapatkan pelajaran dan informasi yang bisa menambah wawasan.

Aku bekerja pada perusahaan taksi yang bisa dibilang hebat diantara perusahaan taksi lainnya. Mobil yang ku bawa berwarna biru. Banyak taksi lain yang berwarna biru, tetapi sepertinya perusahaanku ini yang memiliki taksi berwarna biru terbaik.

Malam minggu kemarin, aku mengankut penumpang laki – laki, saat ku jemput, dia sedang sendirian dipinggir jalan menunggu taksi yang lewat. Saat dia buka pintu mobilku, bau alkohol langsung semerbak dihidungku. ‘malam pak, kemana tujuannya?’ aku menyambut penumpang itu. ‘kemana saja lah suka – suka’ jawabnya asal. Didalam hati aku bertanya – tanya, apa yang harus kuperbuat. Aku ingin mengantarkan orang ini ke suatu tempat, tetapi entah kemana. Atau aku tinggalkan dia di trotoar jalanan. Tapi ini pukul tiga malam, siapa yang hendak mengantarkannya pulang. Ke kantor polisi, mungkin ini ide yang baik. Lalu aku berjalan kearah kantor polisi terdekat. Aku perhatikan gerak – geriknya selagi mengemudikan mobilku. Di sebelah kirinya ada stiker bertuliskan dilarang merokok, sudah satu menit dia memperhatikan tulisan itu, tangannya pun bergerak meraba tulisan itu. Tiba – tiba, dikeluatkan sebatang rokok dari kantongnya, dan dia bakar didalam mobil yang tertutup rapat. Melihat tingkahnya, aku berhenti di pinggir jalan dan mengingatkan orang ini untuk mematikan rokoknya. Mengapa pakai berhenti? Karena aku berjaga – jaga andai saja orang ini bertindak keterlaluan, aku siap mendorongnya keluar, tetapi ini jalan terakhir. Aku berhenti tepat di depan sebuah supermarket. Tiba – tiba, aku berinisiatif untuk membelikan orang ini sekaleng susu. Mungkin saja ini dapat sedikit menyadarkannya. Aku buka jendela pintuku, dan berteriak memanggil seseorang yang mungkin tukang parkir. ‘pak, bisa tolong jaga mobil ini sebentar?’. orang itu mendekat dan mengisyaratkan kalau dia bersedia. ‘pak tolong perhatikan orang yang ada didalam mobil ya pak!’ kataku menginstruksikan orang itu. ‘jangan sampai dia macam – macam’ tambahku. Orang tadi membalas dengan tatapan yang bingung. Aku ambil dua kaleng susu, untuknya satu, dan untukku satu. Aku bayar susu itu, dan kembali ke mobil. ‘terimakasih ya pak’ kataku sambil memberikan uang parkir. Aku bukakan kaleng susunya dan kuberikan kepada penumpangku, untungnya dia menurut dengan perintah ku untuk meminum susu itu. Setelah habis, aku ambil kalengnya dan kubuang ke tong sampah. Aku berdoa didalam hati, dan sepertinya dikabulkan, setelah sempat beberapa menit berjalan penumpangku tersedak, dan ingin muntah. Aku berhenti dipinggir jalan untuk yang keduakalinya. Aku keluar dan menghampiri pintu penumpang dan menjemput badannya, dari besar tubuhnya sepertinya laki – laki ini berumur duapuluh tiga tahun.

Aku gapai pundaknya dan memijatnya sesekali untuk mendorong muntahnya. Kalau di kumpulkan, mungkin hapir satu kantong plastik berukuran sedang banyaknya. Setelah muntah tadi, tingkahnya sudah tidak sembarangan lagi, sekarang berganti seperti orang sedang kebingungan.

‘bapak mau antar saya kemana?’ tanyanya bingung, tidak seperti orang mabuk tetapi seperti orang yang setengah mengantuk. ‘maaf pak sebelumnya, tadi saat bapak naik taksi ini bapak bilang antar kemana saja. Jujur saya bingung, tapi kalau sekarang bapak bisa bilang kemana tujuan bapak, saya akan segera antarkan bapak’ penumpang ini hanya terdiam dan sesekali memicingkan matanya karena kesilauan.

‘bisa tolong antar saya ke apartemen rasuna di kunignan?’. Apartemen rasuna.. tadi aku jemput dia di depan pasar festival, yang artinya tidak perlu taksi untuk sampai ke tujuannya. Dari radio dalam aku langsung melesat ke kuningan. Sepanjang jalan orang ini hanya diam, dan sesekali berbicara.

‘tau engga pak, kalo orang mabuk yang tidak banyak bicara tandanya IQnya tinggi, tapi kalau dia banyak bicara tandanya sebaliknya.’ Tidak lama kemudian sampailah kita ditempat tujuan, dia turun dari mobil dengan sempoyongan, jalannya belok – belok. Beberapa langkah kemudian dia bilang, ‘besok telpon saya, di nomor 08157876835, nanti saya bayar pak’.

Yang ada dipikiranku jengkel, karena ini masaah setoran yang tidak bisa ditunda – tunda. Tetapi kasihan juga dengan orang ini, sebentar aku hapus jengkel yang hampir sampai dipuncaknya, dan mengantarkan orang ini sampai di depan unit apartementnya. Setelah melewati satpam dan naik kedalam lift, aku sampai di unit 301. Aku tekan bel di samping pintu dan yang keluar adalah seorang wanita yang terlihat habis begadang dengan mata yang agak sembab. ‘bapak ketemu adik saya dimana?’ tanyanya sambil menggotong adikya masuk, dan keluar lagi untuk mencari tahu apa jawabku. ‘tadi adik mba terlihat sedang menuggu taksi, jadi saya berniat untuk mengantarkan. Tapi begitu saya Tanya mau kemana, bapak ini bilang antar kemana saja, saya bingung dong mba–‘. Setelah selesai aku bercerita panjang lebar di depan pintu itu, wanita tadi terdiam dan menatap ke lantai. ‘tadi argo taksinya nyala pak?’ tanyanya merespon ceritaku. ‘iya, mba.’ ‘berapa pak totalnya?’. ‘tujuh puluh satu ribu lima ratus, mba’ wanita tadi berjalan mengiggalkaku dan mengambil uangnya. ‘pak.. semalaman saya cari adik saya, kalau bukan bapak yang ketemu adik saya belum tentu dia bisa selamat.’ Katanya saat balik dari mengambil uang. ‘Terimakasih banyak pak’ katanya lagi sambil memberikan selembar uang seratus ribu. Aku rogoh kantong celanaku untuk mengambil kembaliannya. Aku tidak berharap soal tip, karena memang tidak ada hakku untuk memintanya, kecuali dia yang menginginkan untuk memberikannya.

‘gak usah pak, ambil aja kembaliannya, bapak udah bantu saya. Sekali lagi, terimakasih ya pak.’ . ‘iya sama – sama mba’ jawabku pelan. Akupun pergi meniggalkan gedung apartement itu dan kembali bekerja, mencari serta mengantar penumpang ke tempat tujuan.


Selesai……….


Pukul lima pagi aku menjemput penumpang wanita di jalan paus rawamangun…….

1 komentar:

  1. splendid, have you scorsese's watched taxi driver? ini bisa banget dikembangkan ton haha

    BalasHapus